Ketegangan di Timur Tengah kembali memanas setelah serangan udara besar-besaran yang dilancarkan oleh Israel terhadap beberapa wilayah di Lebanon. Serangan ini terjadi tak lama setelah pertemuan antara Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dan pejabat tinggi Israel, di mana ancaman Iran terhadap stabilitas kawasan menjadi topik pembicaraan utama. Keputusan untuk melancarkan serangan ini menunjukkan betapa pentingnya peran Israel dalam menjaga “keamanan kawasan” menurut pandangan Tel Aviv, sekaligus mencerminkan eskalasi terbaru dalam konflik regional yang melibatkan berbagai aktor global.
Latar Belakang: Ancaman Iran Menjadi Fokus Utama
Pergeseran fokus kebijakan luar negeri Israel terhadap Iran menjadi semakin intensif dalam beberapa bulan terakhir, terutama di tengah peningkatan aktivitas militer dan diplomasi Iran di kawasan Timur Tengah. Israel, yang melihat Iran sebagai ancaman terbesar terhadap eksistensinya, semakin khawatir dengan pengaruh Iran yang terus berkembang di negara-negara seperti Suriah, Irak, dan Lebanon. Dalam konteks ini, pertemuan antara Donald Trump dan para pemimpin Israel untuk membahas ancaman yang ditimbulkan oleh Iran, baik dalam aspek program nuklirnya maupun pengaruhnya terhadap kelompok-kelompok militan di kawasan, menjadi semakin krusial.
Trump, yang selama masa kepemimpinannya dikenal dengan kebijakan luar negeri yang keras terhadap Iran, termasuk penarikan Amerika Serikat dari Kesepakatan Nuklir Iran (JCPOA) pada 2018, terus mendukung kebijakan Israel dalam menghadapi Iran. Bahkan, Trump sempat mengisyaratkan bahwa AS akan memberikan dukungan lebih besar kepada Israel dalam menghadapi ancaman yang ditimbulkan oleh Teheran.
Serangan Israel ke Lebanon: Respon terhadap Aktivitas Militan Iran
Serangan Israel ke Lebanon pada pekan lalu dilakukan sebagai respon terhadap dugaan aktivitas militan yang didukung oleh Iran di wilayah selatan Lebanon. Israel menuduh kelompok militan Hizbullah, yang berbasis di Lebanon dan memiliki hubungan dekat dengan Iran, telah mengembangkan kapasitas serangan baru yang dapat menargetkan infrastruktur vital di Israel. Hizbullah, yang telah lama menjadi musuh utama Israel, memiliki persenjataan yang diduga dapat menembus pertahanan Israel, termasuk rudal-rudal canggih dan drone.
Menurut pernyataan dari Angkatan Pertahanan Israel (IDF), serangan tersebut ditujukan untuk menghancurkan fasilitas militer Hizbullah yang digunakan untuk menyimpan senjata-senjata yang didukung oleh Iran. Israel juga menuduh Iran berperan dalam memperkuat posisi Hizbullah di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon, yang dipandang sebagai ancaman langsung terhadap keamanan nasional Israel.
Serangan ini mencakup serangkaian serangan udara yang menghantam sejumlah lokasi yang diduga sebagai tempat penyimpanan senjata dan pusat pelatihan Hizbullah di wilayah yang dikuasai oleh kelompok militan tersebut. Meskipun pihak Hizbullah belum memberikan konfirmasi resmi tentang jumlah korban atau kerusakan, sumber-sumber di Lebanon melaporkan bahwa serangan tersebut menyebabkan sejumlah besar kerusakan pada infrastruktur militer.
Mengapa Lebanon?
Keputusan Israel untuk menargetkan Lebanon, meskipun bukan negara yang secara langsung terlibat dalam konflik dengan Israel, berakar pada keterlibatan Hizbullah, yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Iran. Hizbullah telah lama menjadi proxy Iran di Lebanon, dan dipandang oleh Tel Aviv sebagai bagian dari “poros Iran” yang mencakup kelompok-kelompok militan di Suriah, Irak, dan Yaman. Kelompok ini memiliki kekuatan militer yang besar, dan menurut analisis intelijen Israel, mereka tidak hanya dilengkapi dengan persenjataan dari Iran, tetapi juga menerima pelatihan dan dukungan teknis langsung dari Teheran.
Israel menilai bahwa setiap peningkatan kapasitas militer Hizbullah, yang semakin kuat dan memiliki kemampuan menyerang lebih jauh ke wilayah Israel, adalah ancaman langsung. Oleh karena itu, serangan terhadap Hizbullah dan infrastruktur yang mereka miliki di Lebanon merupakan bagian dari kebijakan pencegahan yang bertujuan untuk menghambat potensi ancaman jangka panjang.
Tanggapan Internasional: Menggugah Keprihatinan
Serangan Israel ke Lebanon segera memicu reaksi dari berbagai pihak, baik di dalam negeri Lebanon maupun di luar negeri. Pemerintah Lebanon, yang sudah lama menghadapi ketegangan internal karena pengaruh besar Hizbullah, mengutuk serangan Israel sebagai agresi yang tidak dapat diterima. Mereka juga menuduh Israel melanggar kedaulatan Lebanon dan menambahkan bahwa tindakan tersebut hanya akan meningkatkan ketegangan lebih lanjut di kawasan yang sudah terbelah.
PBB juga mengecam serangan tersebut, dengan Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menyerukan agar kedua belah pihak menahan diri dan menghindari eskalasi lebih lanjut. PBB sendiri telah lama berusaha untuk menstabilkan situasi di Lebanon melalui misi penjaga perdamaian UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon), namun serangan ini menunjukkan bahwa ketegangan di perbatasan Israel-Lebanon masih sangat rentan.
Di sisi lain, Iran memberikan dukungan penuh kepada Hizbullah, dengan menegaskan bahwa mereka akan terus memperkuat kemampuan militer kelompok tersebut sebagai bagian dari “perlawanan terhadap agresi Israel.” Teheran menekankan bahwa dukungan mereka terhadap Hizbullah dan kelompok-kelompok perlawanan lainnya adalah bagian dari kebijakan luar negeri yang sah dalam menghadapi apa yang mereka sebut sebagai kebijakan imperialisme dan agresi Israel di Timur Tengah.
Hubungan dengan Trump dan Kebijakan Luar Negeri AS
Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS sebelumnya memberikan dorongan besar bagi Israel dalam mengambil kebijakan luar negeri yang lebih tegas terhadap Iran. Trump, yang dikenal memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, berkomitmen untuk mendukung kebijakan Tel Aviv dalam menghadapi ancaman Iran. Selama masa jabatannya, Trump secara terbuka mengkritik kebijakan Iran di Timur Tengah, termasuk program nuklir Iran dan dukungannya terhadap kelompok-kelompok militan seperti Hizbullah.
Pertemuan terakhir antara Trump dan pemimpin Israel membahas secara khusus ancaman yang ditimbulkan oleh Iran di kawasan Timur Tengah. Baik AS maupun Israel sepakat untuk mengambil langkah-langkah lebih lanjut dalam mengisolasi Iran secara ekonomi dan militer, serta meningkatkan tekanan terhadap Teheran melalui sanksi-sanksi tambahan. Dengan latar belakang ini, serangan Israel ke Lebanon dan pernyataan keras terhadap Hizbullah dan Iran bisa dilihat sebagai langkah yang selaras dengan kebijakan AS di bawah Trump.
Potensi Eskalasi Konflik
Serangan ini bisa berisiko memicu eskalasi yang lebih besar, baik di dalam Lebanon maupun di kawasan lebih luas. Ketegangan yang ditimbulkan oleh serangan Israel terhadap Lebanon dapat memperburuk situasi di kawasan, yang sudah terfragmentasi karena konflik-konflik yang berlangsung di Suriah, Irak, dan Yaman. Jika pertempuran antara Israel dan Hizbullah meningkat, bisa jadi akan memicu konfrontasi langsung yang melibatkan negara-negara lain di kawasan, termasuk Iran, yang kemungkinan besar akan mendukung Hizbullah dengan lebih aktif.
Lebih jauh lagi, jika Israel terus melanjutkan kebijakan ofensifnya terhadap target yang dianggap terhubung dengan Iran di Lebanon, ini bisa memperburuk hubungan Tel Aviv dengan negara-negara Arab lainnya dan memperumit upaya diplomasi di Timur Tengah.
Kesimpulan
Serangan Israel terhadap Lebanon yang dilakukan baru-baru ini mencerminkan ketegangan yang terus meningkat di Timur Tengah, yang berakar pada ancaman yang ditimbulkan oleh Iran dan pengaruhnya terhadap kelompok-kelompok militan seperti Hizbullah. Serangan ini tidak hanya menandai eskalasi terbaru dalam konflik regional, tetapi juga menunjukkan bagaimana kebijakan luar negeri AS di bawah kepemimpinan Trump terus mendukung kebijakan keras Israel terhadap Iran dan sekutunya di kawasan. Sementara itu, situasi ini terus memperburuk ketegangan di Timur Tengah, dengan potensi eskalasi yang bisa berdampak jauh lebih luas.