Jakarta, 16 Agustus 2024 – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tercatat melemah ke level Rp15.700 per dolar pada penutupan perdagangan Jumat (16/08), menyusul laporan terbaru mengenai surplus
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2024 hanya mencapai USD 2,1 miliar, lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya yang diperkirakan mencapai USD 2,5 miliar. Penurunan surplus ini terutama disebabkan oleh melemahnya permintaan ekspor, khususnya dari mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Amerika Serikat, yang tengah menghadapi perlambatan ekonomi.
Ekonom Bank Permata, Dian Wulandari, menyatakan bahwa hasil surplus perdagangan yang lebih rendah dari perkiraan ini langsung menekan pergerakan rupiah di pasar valuta asing. “Data perdagangan yang lebih rendah dari ekspektasi ini memicu aksi jual rupiah oleh investor, yang khawatir bahwa penurunan kinerja ekspor akan menekan perekonomian Indonesia lebih lanjut,” jelas Dian.
Selain itu, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh ketidakpastian global yang terus berlanjut, termasuk ketegangan geopolitik dan fluktuasi harga komoditas. Para investor cenderung memilih aset-aset yang lebih aman, seperti dolar AS, di tengah kondisi yang tidak menentu ini.
Meski demikian, beberapa analis percaya bahwa pelemahan rupiah ini bersifat sementara dan akan kembali menguat seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi global serta upaya pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas nilai tukar. BI diharapkan akan terus melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk meredam volatilitas rupiah dan menjaga kestabilan ekonomi dalam negeri.
“Saat ini, pelaku pasar masih menunggu kebijakan moneter yang akan diambil oleh BI dalam beberapa bulan ke depan, terutama terkait kemungkinan pemotongan suku bunga yang diprediksi akan terjadi pada September,” tambah Dian.
Meskipun data perdagangan kali ini mengecewakan, pemerintah tetap optimis bahwa perekonomian Indonesia masih berada di jalur yang tepat untuk mencapai target pertumbuhan tahunan, didukung oleh kebijakan fiskal yang ekspansif dan upaya diversifikasi ekspor ke pasar non-tradisional.
Para pelaku pasar dan investor kini menantikan data ekonomi selanjutnya serta kebijakan yang akan diambil oleh otoritas moneter dan fiskal dalam merespons perkembangan terbaru ini.