Jakarta, 24 Juni 2024 – Hari ini, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, suasana haru menyelimuti ruang sidang saat anak Keren, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun, menangis tersedu-sedu setelah mendengar sang ibu, Keren Agustiawan, divonis 9 tahun penjara. Keren Agustiawan, mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi terkait pengadaan Floating Storage Regasification Unit (FSRU).
Dalam sidang yang dipimpin oleh majelis hakim, Keren Agustiawan terlihat tegar meskipun terlihat tertekan. Namun, tangis anaknya yang tidak bisa lagi ditahan saat mendengar keputusan hukuman ibunya, menciptakan momen yang mendalam dan penuh emosi di ruang sidang.
“Dia tidak mengerti mengapa ibunya harus pergi jauh,” kata Bapak Sutarno, kakek dari anak Keren, kepada wartawan setelah sidang berakhir. “Kami mencoba menjelaskan padanya bahwa ibunya harus menerima konsekuensi dari perbuatannya, meskipun sangat sulit bagi seorang anak kecil untuk memahami itu semua.”
Keren Agustiawan, yang sebelumnya dianggap sebagai tokoh penting dalam industri energi nasional, terbukti menerima suap terkait kontrak proyek FSRU senilai miliaran dolar AS. Kasus ini menarik perhatian publik sejak awal investigasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa tahun lalu.
Dalam pledoinya, tim kuasa hukum Keren Agustiawan berusaha memohon keringanan hukuman dengan menyoroti kontribusi positif yang telah dilakukan kliennya selama bertahun-tahun dalam mengembangkan industri energi di Indonesia. Namun, majelis hakim memutuskan bahwa keadilan harus ditegakkan dengan mengutamakan hukuman yang sepadan dengan kesalahan yang dilakukan.
Putusan ini diharapkan memberikan pesan yang kuat terhadap pejabat publik dan pengusaha untuk tidak terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan negara. Sementara itu, keluarga Keren Agustiawan berjanji akan mendukung anaknya dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan ini.
Sebagai akhir dari proses hukum yang panjang dan rumit, putusan hari ini menegaskan bahwa tidak ada yang terkecuali dari tanggung jawab hukum, meskipun berada di posisi tinggi dalam hierarki perusahaan negara. Masyarakat pun diharapkan untuk tetap mendukung upaya pemberantasan korupsi demi keadilan dan kebersamaan dalam membangun Indonesia yang lebih baik.